Tahun ini saya menjadwalkan tour domestik yang lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya, karena sisa cuti sudah minim dan wisata ke luar negeri yang dekat-dekat sudah banyak yang pernah dikunjungi.
"Harpitnas" yang berada dekat weekend adalah waktu yang tepat, 13-17 Mei 2015 adalah pilihan saya kali ini, cuti 2 hari dapat liburan 5 hari, mantap kan!
Destinasi Impian yang kali ini saya kunjungi adalah tempat di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Kristen yaitu Sulawesi Utara, tepatnya ke kota Manado dan beberapa kota/desa di sekitarnya yaitu Tomohon, Tondano, Bitung dan pantai Pal Marinsow yang merupakan tempat wisata baru yang sedang menjadi idola bagi warga.
Kami memulai perjalanan dari Jakarta dan satu teman kami, Mery dari Makassar. Saya naik pesawat Garuda Indonesia, pesawat kebanggaan Indonesia yang berpredikat 5 Stars Airlines dan saya memilih penerbangan jam 5.30 pagi supaya bisa agak berdekatan dengan waktu mendarat pesawat Garuda Indonesia yang dinaiki Mery dari Makassar, jadinya saya dan Eva, malamnya menginap di hotel Amaris Soetha yang ada fasilitas shuttle ke bandara...kami berangkat jam 4 pagi dari hotel dengan mobil shuttle yang ternyata "laris manis" peminatnya, untung kami cepat antri sebelum jam 4 pagi.
Perjalanan di pesawat lumayan lama, tapi karena dalam pesawat Garuda Indonesia saya dapat nonton film dan makan kenyang, perjalanan selama 3 jam menjadi tak terasa.
Mau tahu film apa saja yang bisa ditonton selama penerbangan? Kunjungi www.garuda-indonesia.com
Bandara Sam Ratulangi Manado memiliki pemandangan cantik yang menyambut pesawat yang baru mendarat yaitu jejeran pohon kelapa, sesuai dengan julukan kota Manado yaitu kota "Nyiur Melambai" ini dan kami langsung memulai perjalanan wisata kami.
Hari ke 1
Dari bandara Sam Ratulangi kami menuju pusat kota tapi sebelumnya mampir makan di restaurant Pondok Hijau di Jln. AA Maramis, letaknya agak ke dalam di kompleks pemancingan, tapi suasananya enak, kita bisa makan di pinggir kolam yang cukup besar. Kami pesan menu ikan hanya 2, tidak satu orang satu...pelayannya tampak agak bingung...ngak tahu kenapa... (sorenya saya baru tahu, disini standarnya 1 orang 1 ikan...ikan kecil sih, ikan mujair yang memang banyak dijual disini....tapi ogah ahhh ikutin cara ini, kami tetap dengan cara kami makan, ikannya sharing dan nambah menu lainnya).
Selesai makan, kami keliling kota melihat Kelenteng Ba Hin Kong di Chinatown-nya Manado, yang berdiri sejak abad 18. Dari luar tampaknya kelentengnya kecil dan kami tidak masuk ke dalamnya dan hanya melihatnya dari luar.
Perjalanan kami lanjutkan mengunjungi ke persimpangan jalan Sudirman dan jalan Sarapung untuk melihat gereja tertua di kota Manado, Gereja Sentrum yang berdiri sejak tahun 1677 dan terletak bersebelahan dengan Tugu Perang Dunia II untuk mengenang korban perang pasifik dari pihak sekutu, Jepang, dan rakyat Indonesia. Gereja ini tampaknya rutin direnovasi karena masih tampak baik, sedangkan Tugu Perang Dunia tampak tidak direnovasi, tugu yang dibangun tahun 1946 oleh sekutu ini tampak kusam.
Wisata berlanjut ke Museum Sulawesi Utara di Jl WR Supratman. Di museum ini kita bisa melihat sejarah Sulawesi Utara termasuk replika waruga, kuburan batu kuno leluhur orang Minahasa. Mimbar gereja dan alkitab yang digunakan pada masa awal kekristenan masuk ke Manado juga tersimpan rapih di museum ini.
Dari sini kami menuju area reklamasi di Megamas, di tempat ini banyak ruko-ruko dan penjualan makanan. Di lokasi ini kita bisa memandang laut dan pulau Manado Tua.
Kami nongkrong minum kopi dan makan pisang goreng di Rumah Kopi Billy, ada "tragedi pisang" disini. Driver dan satu teman kami bilang sudah pesan pisang gorengnya...kami pikir sudah sesuai dengan bayangan kami....ternyata yang keluar adalah kripik pisang dengan sambal...hah, ternyata yang namanya pisang goroho yah begitu bentuknya. Jadi kalau mau pisang goreng dengan tepung ada yang bilang jangan bilang pisang goreng....apa bener? Kita lihat di "perburuan" pisang goreng di hari berikutnya yah...
Sebelum beranjak dari daerah Megamas, kami mengunjungi mall nya karena lagi ada pameran batu. Cukup banyak yang jualan tapi masih kalah dengan pameran di Jakarta apalagi di Jatinegara. Saya ngak hobi batu tapi seneng aja liat-liat...Sulawesi Utara ternyata punya batu khas yaitu batu gangga. Di pameran ini tidak ada yang jual yang sudah jadi, adanya bongkahannya, teman saya beli bongkahan kecilnya Rp 15 ribu saja, kata dia ongkos potong biasanya cuma Rp 50 ribu. Satu bongkahan bisa jadi berapa tergantung motif, tapi yang pasti lebih murah dari yang dijual jadi (hari besoknya kami lihat di toko perhiasan di Merciful, batu gangga yang sudah jadi harganya Rp 300 ribuan).
Setelah puas liat pameran batu, saat itu hari masih terang, kami mikir aktifitas apa lagi yah..., badan juga rasanya minta dimanja.... akhirnya kami mencoba massage di Tikala Shiatsu di jln Lapian VI, pijatan mba nya enak....kami jadi segar, siap untuk berwisata dan jalan jauh deh!
Untuk melengkapi energi, sebelum ke hotel untuk istirahat, kami pergi makan malam di restaurat Wisata Bahari, makan sebanyak-banyaknya sampai kekenyangan akibat salah menebak porsi makanan ha...ha....
Hari ke 2
Bunaken adalah tujuan pertama kami di hari kedua ini. Kami berangkat ke dermaga Calaca (di belakang hotel Celebes) untuk bertemu pemilik kapal yang sudah kami pesan dua minggu sebelumnya. Saya mendapat nama pemilik kapal ini dari referensi beberapa blogger dan saya bisa mereferensikannya kembali ke pembaca, yaitu pak Syarif 082195101418.
Saat kami tiba di dermaga, kami ditemui oleh adiknya pak Syarif, dia dan satu temannya yang mengantar kami ke bunaken. Harga sewa kapal untuk sehari dengan ukuran 10 orang Rp 1.15 juta. Jadi dari dermaga ke bunaken kita naik speedboat kurang lebih 40 menit, lalu dikasih waktu naik kapal katamaran (kapal kaca) selama 30 menit.
Jika kita ingin snorkling kita bisa sewa alat dan baju di bunaken, termasuk sewa kamera. Lalu nanti saat snorkling dipandu oleh awak kapal yang kita sewa dan kita bayarkan sewa alatnya untuk mereka. Jadi adik pak Syarif dan satu temannya ini yang memandu Eva dan Mery snorkling, sedangkan saya yang takut lensa kontak copot dan sudah lama tidak berenang, nongkrong di kapal sendirian sambil mengambil foto dan video.
Pemandangan bawah laut bunaken terindah harusnya dilihat dengan melakukan diving karena dapat melihat cerukan yang dalam dan disana pasti indah, kalau snorkling sepertinya lumayan tapi melihat dari atas kapal katamaran juga sudah cukup menghibur.
Kami sempat belanja pernak pernik di bunaken, dan makan pisang goreng....enak banget pisangnya, wajib dicoba!
Dan bentuknya benar layaknya pisang goreng bukan seperti keripik pisang seperti yang kami salah tebak di hari pertama...disini yah pisang goreng bentuknya seperti biasa, pisang digoreng dengan sedikit tepung....yang antik, makannya dengan sambal, begitulah orang Manado makan pisang goreng selalu dengan sambal.
Kami balik dari bunaken jam 12 an karena kami menghindari pulang sore hari karena infonya ombak tinggi, jadi memang benar saran yang saya dengar berangkatnya pagi jam 7-8 pagi dan pulang jangan kesorean.
Setelah sampai di dermaga Calaca, kami balik ke hotel dulu untuk mandi, lalu sebelum melanjutkan perjalanan kami makan babi putar di New Eternity, salah satu cafe di kawasan Megamas. Babi putar adalah salah satu makanan favorit orang Manado dan katanya selalu disajikan saat pesta pernikahan, bentuknya babi utuh yang dipanggang dan disajikam utuh satu ekor. Di cafe ini babi putarnya masih tampak utuh dengan beberapa bagian yang sudah diambil disajikan.
Setelah makan babi putar dan menu darurat favorit kami, telur dadar (saya kagak sanggup makan ba banyak-banyak, jadi perlu menu pamungkas ini he...he...), kami lanjut jalan-jalan ke patung Tuhan Yesus Memberkati yang terletak di dalam perumahan Citraland. Pihak perumahan ada membuat taman kecil yang cocock untuk mengambil foto. Kami datang kesini jam 3 siang lebih dan cahaya mataharinya pas tidak menyilaukan kamera, kalau pagi tampaknya akan agak susah mengatur cahayanya.
Patung Yesus ini tingginya 50 m (tinggi penyangga 20m dan patungnya 30m) yang saat ini merupakan patung Yesus tertinng kedua di Asia. Antiknya patung ini dibangun miring 20 derajat, sangat artistik! Patung yang dibangun atas ide Ir.Ciputra ini, katanya menghabiskan biaya Rp 5 milyar...tapi walau patung ini mahal, kalau mau foto gratis kok...
Perjalanan kami lanjutkan ke Merciful Building, pabrik sekaligus toko makanan khas oleh-oleh Manado. Selain makanan juga ada beberapa pernak pernik. Kami tidak lama disini, lalu lanjut ke daerah Megamas untuk menikmati sunset, tapi srbelumnya kami mampir ke restauran wisata bahari untuk membeli bakwan jagung...kami ketagihan dengan bakwan restaurant ini karena enak dan murah pula, Rp 25 ribu 10 potong he...he... Dengan berbekal bakwan, kami menikmati sunset di pantai Megamas.
Hari masih sore tapi itinerary kunjungan sudah habis, jadi kami makan duren sebentar lalu balik ke hotel dan jam 8 malam waktu Manado sudah bobo....artinya jam 7 waktu Jakarta sudah tidur....aneh kan....
Hari ke 3
Hari ini kami fokuskan wisata di daerah Tomohon dan Tondano. Di Tomohon, selain banyak gereja dan aneka bunga di halaman rumah penduduk, juga terdapat jejeran salib di beberapa jalan, ada yang digantung dan ada yang ditancap di tanah.
Di Minahasa, 25 kolom (keluarga besar) ada 1 gereja yang dipimpin oleh 3 pendeta....jadi bisa kebayang kan kenapa disini begitu banyak gereja tampak di sepanjang jalan.
Berikut adalah tempat wisata yang kami singgahi dalam perjalanan Manado-Tomohon-Tondano- Tomohon.
Bukit Doa Mahawu
Menjelang tiba di lokasi, kami melihat pemandangan gunung Lokon yang cantik, bentuknya unik seperti mangkok. Bukit Doa terletak di seberangnya yaitu di lereng gunung Mahawu.
Bukit Doa memiliki dua pintu, satu pintu yang langsung menuju tempat doa dan satu lagi pintu depan yang di depan Jhoani Hotel (tempat kami menginap di malam ini) dimana kita bisa melewati rute jalan salib.
Disini terdapat rumah doa berbentuk setengah lingkaran di tengah lapangan rumput bergaya teletubies dan ada amphitheater terbuka yang bentuknya unik.
Rute yang benar untuk mengunjungi bukit doa adalah dari pintu yang di depan Jhoani Hotel, lalu ikuti jalan salib, baru melihat-lihat amphitheater dan rumah doa. Kalau kami hari ini masuknya dari pintu yang arah rumah doa, dan saat mau putar ke pintu yang di depan Jhoani hotel tiba-tiba turun hujan, jadilah kami batalkan dan jalan salibnya dipindah ke besok pagi, toh....kami menginap di Jhoani hotel jadi cocok kan...
Tiket masuk: Rp 15,000 per orang
Waloan Village
Disini banyak penjual rumah panggung khas minahasa, harganya yang kecil Rp 90 jutaan dan yand besar 3 kamar Rp 200 jutaan, dan ternyata penjualan mereka sudah sampai ke luar negeri.
Danau Tondano
Kita bisa menikmati suasana sejuk di pinggir Danau Tondano sambil menikmati makan siang disana. Ada beberapa restaurant disana, salah satunya Restauran Astomi yang menyediakan menu dengan bahan seafood.
Ada kisah lucu saat kami makan disini...restaurant lagi kedatangan rombongan besar, kami beruntung tidak ditolak, banyak tamu setelah kami yang ditolak. Makanannya enak tapi mereka kehabisan garpu, akibatnya saya makan dengan 2 sendok dan satu teman saya makan pakai 11 alat yaitu 10 jari+1 sendok. pesan menu nasi goreng ikan cakalang juga ditolak karena ikannya habis...tapi hasil perjuangan Eva masuk dapur merayu pemiliknya, akhirnya dibuatkan juga tapi dengan ikan yang sedikit...tapi masih enak rasanya.
Bukit Kasih Kanonang
Bukit Kasih berlokasi di desa Kanonang yang termasuk wilayah kabupaten Tondano dan di puncak bukit yang dibangun tahun 2002 ini terdapat rumah ibadah 5 agama yaitu gereja khatolik, mesjid, pura, vihara dan gereja protestan. Untuk menuju puncak bukit kita dapat memilih 2 alternatif jalan.
Pertama, masuk dari tangga di dekat kios tempat kaki berendam, ini jalan yang menanjak lumayan curam dengan anak tangga sebanyak 2,435 yang mampu membuat nafas terengah-engah yang merupakan jalan dengan rute jalan salib (2,435 anak tangga ini yang sampai atas ada salib, kalau sampai tempat 5 tempat ibadah mungkin 2/3 nya).
Kedua, jalan yang lebih santai, lebih banyak jalan yang datarnya, namun jika melewati jalur ini kita kurang menikmati hawa belerang.
Entah mengapa, yang membuat itu beneran iseng atau punya tujuan agar lebih bermakna atau kontur bukitnya yang tidak memungkinkan, sehingga yang rute jalan salib itu rutenya berat banget, walau sangat jauh sangat ringan jika dibandingkan pengorbanan Tuhan Yesus sampai disalib untuk kita yang percaya.
Kami naik lewat jalur yang berat dan turun lewat jalur yang landai...padahal pulang pergi lewat jalur yang landai juga bisa....ini ulah teman kami yang pengen banget kita merasakan jalur yang menanjak karena dia pernah penasaran saat pergi pertama lewat jalur itu, katanya ada rasa tak lengkap. Tapi saran saya bagi yang jarang olahraga, takut ketinggian dan sering pusing, jantung kurang sehat, jangan ambil rute yang pertama yah...
Saat kami naik ke bukit diiringi hujan pula, jadi lengkaplah perjuangannya....maka saat sampai puncak kami tertawa lebar walau kepikiran turunnya nanti di jalur satunya beneran lebih ringan tidak yah....
Ternyata benar, jauh lebih ringan, tapi karena habis hujan, beberapa area licin, jadilah kami bertiga selalu bergandeng-gandengan seperti nenek-nenek...ha...ha....
Oh ya, jangan sekali-kali yah naik dari jalur yang ringan dan turun dari jalur yang berat, selain rute jalan salibnya terbalik juga jauh lebih susah turun daripada naik di anak tangga yang tinggi dan curam.
Selain terdapat lima tempat rumah ibadah di atas bukit, di dinding bukit juga terdapat patung Toar dan Lumimuut (yang Lumimuut sudah tidak tampak), nenek moyang orang Minahasa, yang dipahat di dinding tebing dan disini pula diyakini tempat tinggal awal Toar dan Lumimuut.
Tiket masuk: Rp 2,000 per orang dan sumbangan seiklasnya.
Danau Linow
Danau ini masuk di wilayah Tomohon, kita bisa menempatkan di saat kunjungan balik dari Bukit Kasih balik ke arah Tomohon.
Danau Linow berwarna hijau dengan gradasi warna hijau tua dan muda, dan beberapa area ada yang sedikit putih.
Tiket masuk: Rp 30,000 per orang termasuk satu cangkir teh atau kopi.
Dalam perjalanan pulang ke Tomohon kami mampir makan Satay Rayge di Kawangkoan, sate babi yang dipotong besar-besar....jujur saya kagak sanggup makannya jadi hanya mencoba saja dan minta dibuatkan menu darurat favorit kami, telur dadar!
Sebenarnya di Tomohon Raya ada Texas Fried Chicken, Holland Bakery dan toko bakpao, jadi yang tidak suka makanan aneh-aneh sebenarnya bisa makan makanan ini.
Sampai perjalanan hari ini saya melihat kondisi tempat yang kami kunjungi tampak sejahtera, walau di desa, kondisi rumahnya juga baik, tampaknya warga di Sulawesi Utara ini cukup sejahtera.
Hari ke 4
Pagi yang cerah di Tomohon, kami awali dengan berfoto di balkon hotel Jhoani dengan pemandangan gunung Lokon.
Bukit Doa Mahawu
Jalan salib disini jauh lebih ringan daripada di Bukit Kasih, ditambah disini dilengkapi taman yang indah dan setiap pemberhentian jalan salib ada dibuatkan patung. Namun sayangnya tangga disini sedang banyak lumut, jadinya licin dan kami kembali bergandeng-gandengan lagi seperti saat turun dari atas Bukit Kasih....dan syukurlah kami bertiga tidak ada yang jatuh kepeleset.
Dari bukit doa, kami kembali ke Jhoani hotel untuk check out dan melanjutkan perjalanan kami dari Tomohon ke arah kota Bitung dan kabupaten Likupang di Minahasa Utara.
Kuburan Waruga di Air Madidi
Di taman cagar budaya ini terdapat beberapa sisa peninggalan kubur batu kuno orang minahasa yang disebut Waruga. Bentuknya kotak sekitar 60cm×60cm dan tingginya sekitar 1m, di bagian atasnya ada penutup berbentuk seperti atap rumah. Cara mengunurnya antik, orang yang meninggal diposisikan duduk, kaki menempel ke pantat dan kepala menempel ke lutut dan di dalam waruga juga dimasukkan barang-barang berharga milik orang yang meninggal. Kuburan ini bisa dipakai bersama dengan cara ditumpuk.
Koleksi waruga disini sudah tidak ada isinya, jadi kita tidak akan melihat pemandangan seperti di Toraja. Cara penguburan seperti ini juga sudah lama tidak digunakan, sejak sekitar tahun 1860, pemerintah Belanda melarangnya karena dianggap dapat menyebarkan penyakit.
Tiket masuk: tidak ada, hanya sumbangan seiklasnya.
Pusat keramik di Polutan
Kami hanya melewati area ini dan tidak mampir karena kami lihat tidsk ada yang dapat kami beli. Umumnya di sederatan rumah di jalan yang kami lewati, pengrajin tampak memajang pot ukuran besar-besar dan kami tidak melihat ada khasnya....mungkin juga kami yang tak tahu tempatnya.
Patung Nona di Pantai Kema
Kami lanjut ke pantai Kema yang terletak kurang lebih 15 km dari Airmadidi, untuk melihat patung Nona di tepi pantai yang terletak di desa Kema 3, patungnya sexy hanya menggunakan selembar kain dengan gaya dan wajah tokoh kartun Jepang. Ini bukan patung aslinya, aslinya katanya ada di pulau dekat daerah ini. Di lokasi ini terdapat resort dan tempat bersantai, tapi kalau hanya sekedar melihat patung memang kurang seru jadinya.
Sebenarnya di dekat lokasi ini ada Batu Nona, tapi kalau melihat katanya harus naik kapal karena jalan memutar bukit dengan naik kendaraan sudah tidak bisa. Batu Nona dipercaya sebagai wujud lambang dewi laut yang sejak dahulu menjaga di wilayah ini.
Sebelum kami melihat patung kami makan dulu di rumah makan Sweet Memory di jalan Raya Kema, ini rumah makan yang tampak lumayan di daerah ini.
Taman Margasatwa Tandurusa
Kebun binatang kecil ini, terletak di belakang pelabuhan kapal ikan Bitung. Kebun binatang ini tampaknya dikelola oleh swasta perorangan. Tujuan kami kesini hanya satu, melihat Tarsius, binatang kecil yang unik karena kepalanya bisa menengok sampai 180 derajat...jika diperhatikan modelnya mirip koala tapi ini ukurannya kecil sekali, tingginya paling 10cm.
Di taman margasatwa ini, koleksi Tarsius-nya ada 2 pasang.
Tiket masuk: Rp 50 ribu per kendaraan.
Kota Bitung
Kota pelabuhan ini tampak maju, jalanannya besar dan bangunannya juga bagus-bagus termasuk yang terletak di bukan jalan utama. Di sini terdapat beberapa pelabuhan yang menghadap ke Selat Lembeh, ada pelabuhan peti kemas, pelabuhan kapal fery dan pelabuhan ikan.
Disini juga ada Holland bakery dan kami mencobanya, selain karena penasaran juga karena takut lapar karena makan malamnya masih ngak jelas jam berapa…rasanya sama dengan yang di Jakarta!
Pantai Pal Marinsow
Setelah melewati jalan yang lumayan berliku dan beberapa kali melewati jalan dengan pinggiran jurang yang belum diberi pengaman, sampailah kami di jalan kearah Pantai Pal Marinsow, tertulis di depan jalan "Pantai Pal 2.5 km"…wah masih panjang yah. Kami lewati jalan yang tampak baru dibuat tapi belum sempurna, sebagian beraspal tapi di beberapa area masih ada yang rusak.
Pantai yang baru akan diresmikan bulan Desember 2015 nanti ini membuat mata kami terbelalak takjub. Bagaimana tidak…. Saat masuk jalan kami sudah disambut kendaraan yang pulang dan jumlah nya banyak, kami pikir di dalam sepi karena banyak yang sudah pulang, ternyata di depan pantai masih penuh kendaraan dan lautan manusia.
Pengunjung tampak banyak yang berenang di tepi pantai yang tampaknya yang dangkal hanya pendek sekali tapi mereka sudah tampak bahagia main-main di tepi pantai.
Tiket masuk: Rp 10 ribu/mobil dan Rp 5 ribu/motor.
Dari Pantai Pal kami langsung beranjak kearah kota Manado lewat jalan Likupang. Kami tiba di Manado jam 7 malam dan langsung menuju restaurant City Extra di Jl. TN Wangko Kalasey, restaurantnya besar dan ramai.
Kemudian kami kembali check in di Swissbel Hotel, beres-beres dan langsung bobo...
Hari ke 5
Tak terasa wisata kami ke Minahasa sudah mau berakhir. Pesawat kami jam 10.55 ke Jakarta dan jam 1 siang yang ke Makassar. Pagi-pagi kami langsung check out dari hotel dan mampir makan pagi di Wakeke. Wakeke adalah daerah yang disepanjang jalannya terdapat restauran-restauran kecil yang khusus menjual makan pagi dan tutup sekitar jam 12 siang. Kami makan di Dego Dego Cafe, mencoba mie goreng cakalang, mie kuah cakalang yang makannya harus pakai sambal kalau tidak kurang ok, lalu es brenebon (es kacang merah) yang menurut kami lebih banyak rasa susu coklatnya daripada kacang merahnya.
Dari sini kami sempat mampir ke toko oleh-oleh Kawanua, saya membeli 6 klapper taart kecil seukuran cup es krim, 2 bungkus abon cakalang, 1 bungkus kopi dan 1 bungkus kacang kawangkoan. Disini juga ada boneka tarsius dan harganya lebih mahal sedikit dari yang di Merciful.
Setelah selesai belanja, kami langsung bergegas ke bandara dan di pintu gerbang bandara ada yang unik dan mungkin ini satu-satunya di Indonesia, yaitu tulisan "Selamat Jalan, Tuhan Memberkati."
Pesawat kami take off tepat waktu dan dari balik jendela pesawat Garuda Indonesia tampak pegunungan dan jejeran pohon kelapa.... Selamat tinggal Manado, GBU too!
CATATAN
Oleh-oleh apa yang dapat dibeli?
Batik motif khas Sulawesi Utara. Karema, Jl. A Yani no 8, Sario Manado, telp 0431-862193. Toko ini juga ada di Jakarta, Jl. Biduri Blok I 2/24 Permata Hijau, Jaksel, telp 021-3910221 dan 021-5482765.
Klapper taart, abon ikan cakalang dan ikan roa, sambal ikan roa, kacang kulit Kawangkoan, boneka Tarsius, dll dapat dibeli di pusat oleh-oleh yaitu Kawanua (berlokasi di jalan arah bandara, tokonya kecil tapi enak untuk berbelanja). Jl B.W.Lapian no 41, Manado, telp 0431-866659; atau di Merciful, Kawasan Ruko Wanes Plaza Blok G H I, Jl. Sam Ratulangi 383 Manado, telp 0431-845892, 876719. Jika tidak sempat ke toko khusus oleh-oleh, kita bisa juga membelinya di bandara.
Pernak pernik gelang, gantungan kunci dan kaos dapat dibeli di Bunaken.
Tips
Untuk berwisata kesini kalau tidak mau repot, ikutlah tour...entah mengapa, saya yang sudah sering melakukan perjalanan wisata ke luar negeri tanpa ikut tour, merasa untuk wisata domestik lebih nyaman ikut tour. Jika mau sewa kendaraan seperti yang kami pilih saat wisata kali ini, juga bisa tapi pastikan supirnya tahu jalan, lalu disini penyedia sewa kendaraan juga banyak yang perorangan jadi kemungkinan standar pelayanannya tidak sebaik yang teorganisir.
Jika mau naik ke Bukit Kasih, yang merasa kurang kuat bisa ambil rute yang ringan baik saat naik maupun turun dari bukit, jadi jangan ambil rute jalan salib yang tangganya ada dekat kios rendam kaki.
Baik jalan salib di Bukit Kasih maupun Bukit Doa, pakailah sepatu yang tidak mudah slip karena beberapa lantai dan anak tangga di tempat ini ada yang licin.
Oleh Kumala Sukasari Budiyanto