Long weekend
di akhir bulan Maret 2014 ini, kami lalui dengan jalan-jalan ke Toraja, melihat
keunikan pemakaman disana dan juga mengeksplorasi tempat-tempat wisata
sepanjang perjalanan dari Makassar ke Toraja...rute perjalanannya jadi agak memutar tapi worth karena banyak
pemandangan bagus untuk dilihat!
Rute kami adalah
Makassar-Soppeng-Sengkang-Sidrap-Enrekang-Makale,Toraja-Rantepao,
Toraja-Palopo-Siwa-Sidrap-Pare pare-Makassar
(Kalau rute baliknya mau dipercepat, acara makan
durian di Palopo dapat dilewatkan, sehingga rutenya
Toraja-Enrekang-Pare pare-Makassar).
Berikut cerita hari demi hari
perjalanan kami dari tanggal 28 Maret -2 April 2014…
Kami berangkat dari Jakarta
menggunakan pesawat kebanggaan Indonesia, Garuda Airways dengan tiket promo, pp
hanya seharga Rp 1.5 juta.
Saat membeli tiket via web,
saya takjub melihat pilihan jam penerbangan Jakarta-Makassar ada 10 penerbangan dalam
sehari dan saya lebih takjub lagi saat berangkat kami menggunakan pesawat besar
dan penumpangnya penuh.
Ternyata Garuda memiliki 10x
penerbangan Jakarta-Makassar dan 11x Makassar-Jakarta dengan Boeing 737-800 dan 1x diantara penerbangan tersebut menggunakan Airbus A330-200 yaitu Jakarta-Makassar jam 17.00 dan
Makassar-Jakarta jam 06.00.
Artinya...ini rute yang
ramai...menandakan banyaknya aktivitas warga atau bisnis di Makassar...tapi apa
iya, tanya saya dalam hati sebelum menginjakkan kaki di kota ini.
Sesampainya
disana...kesan pertamanya, bandaranya bagus dan kotanya "hidup" dan rapih, bisa
dikatakan sebagai kota metropolitan...disini sudah banyak real estate, mall
yang besar, kedai kopi international bertebaran di mall-mall, bahkan 2 brand fitness berkelas pun
ada disini. Pembangunan perkantoran dan lainnya juga tampak terus dilakukan.
Kami juga takjub ternyata disini sudah ada jalan tol yang bagus
loh...jalan-jalan raya nya juga sudah banyak yang lebar dan rapih.
Kami tiba malam hari dan 2
teman kami tiba dinihari di hotel karena menggunakan pesawat terakhir.
Kami hanya sempat tidur
sebentar di hotel dan jam 5 pagi waktu Makassar (artinya jam 4 pagi waktu Jakarta) kami berangkat dari hotel menuju
Toraja...kamipun berangkat tanpa sarapan dan berencana menyantap bekal sarapan
di jalan.
Makassar ke Toraja umumnya
memang menggunakan jalan darat yang ditempuh selama 8-10 jam dengan rute tanpa
mutar seperti kami. Kami berangkat jam 5 pagi dan sampai Toraja jam 10 malam
karena kami memutar jalan dan mampir di beberapa lokasi wisata sepanjang rute
ini dan tak lupa beberapa kali singgah untuk makan.
Setelah hampir 2 jam
perjalanan dari Makassar, salah satu dari kami "KO" mual-mual karena
jalan berliku, kamipun jadi berhenti di sebuah warung.
Beberapa dari kami memesan
Indomie dan ternyata Indomie nya keras...ada apa gerangan?
Walah ternyata Indomie nya
tidak dimasak, hanya disiram air panas...pantas keras tidak matang. Kamipun
memberi nama makanan ini "Indomie Siram".
Setelah istirahat sejenak,
kami lanjutkan perjalanan menuju Soppeng.
Dalam perjalanan salah satu
dari kami yang tadi mual-mual masih lanjut mualnya padahal sudah makan
antimo...supir kami berinisiatif memetik daun kelor dan meminta dia
memegangnya...ajaib juga, setelah itu kagak mual...entah karena antimo, entah
karena daun kelor, entah karena pindah tempat ke belakang, atau karena jalannya
sudah tidak terlalu parah kelokannya...sejak itu dia tidak mual-mual lagi.
Setelah 4 jam berlalu sejak
kami berangkat dari Makassar kami tiba di kabupaten Soppeng.
"Batman" di Soppeng
Puluhan dan mungkin ratusan
"batman", maksudnya kelelawar ada di kabupaten Soppeng, tepatnya di
hutan kota Galimporo.
Katanya mereka suka
berpindah-pindah pohon tapi tetap di wilayah itu.
Para kelelawar tidak merasa
terganggu dengan kehadiran kami dan mereka juga tidak mengganggu kami.
Kamipun berfoto ria di bawah
pohon yang penuh kelelawar.
Sengkang
Pembuat kain sutera khas Makassar ada di kabupaten ini, suteranya dibuat dengan motif Makassar dan harganya tidak
mahal.
Kamipun sempat mencari-cari
toko penjual kain sutera yang direferensikan ini, yaitu Toko Piala Sutera, Jln Paren
Rengi no 46, Sengkang.
Kain yang dijual toko ini
motif nya cantik, tapi sayangnya untuk baju wanita tidak ada yang sudah dibuat
baju, masih berupa kain, sedangkan untuk pria ada yang sudah jadi kemeja.
Setelah belanja, saya melihat
daftar alamat toko ini di plastik pembungkus dan ternyata mereka memiliki
cabang di Jakarta yaitu di Tanah Abang Blok A lantai B1 Los D no 87 dengan nama
toko Syehan Batik (New Piala Sutera).
Di kabupaten Sengkang juga
terdapat danau tempe, tapi tidak
sempat kami kunjungi.
Sebelum kami menuju kabupaten
Sidrap yang menyajikan pemandangan
sawah cantik sepanjang jalannya, kami makan siang dahulu di rumah makan Glory
di Jalan Andi Tanjong no 58, Sengkang. Rumah makan ini harganya cukup murah,
sistemnya lumayan canggih karena dihadapan kasir terdapat televisi layar lebar
yang tampilannya dibagi 4 layar yang memperlihatkan pengunjung-pengunjung yang
makan. Restaurant ini ada cabang di Makassar dan Pare-pare, punya website
www.glory-catering.com dan punya account twitter pula @glory_catering
Bukit Nona, Enrekang
Diperjalanan menuju Makale,
Toraja dari Sidrap, kita akan berjumpa dengan Bukit Nona di kabupaten Enrekang.
Bukit ini dinamakan Bukit
Nona karena bentuknya yang unik seperti vagina.
Kita bisa menikmati indahnya
bukit ini di tempat perberhentian sambil menikmati pisang goreng, kopi dan
makanan kecil lainnya, bahkan membeli pernak-pernik atau makanan untuk oleh-oleh
walau macamnya tidak terlalu banyak.
Kami tiba di Makale sudah
cukup malam dan kami mampir makan di Taman Wisata Makale.
Di rumah makan ini dijual
seafood dan uniknya dilokasi ini terdapat tongkonan bekas penyimpan orang
meninggal sebelum diupacarakan.
Kami tiba di Luta Resort, Rantepao jam 10 malam.
Hotelnya bersih dan ini
adalah hotel berkelas yang paling baru di Toraja.
Selain Luta, di Rantepao juga
ada hotel Misiliana (hotel Misiliana
tampaknya ada juga di Makale)...katanya pak SBY belum lama menginap disini
saat kunjungan ke Toraja.
Sebelum masuk kamar hotel,
kami memesan ke resepsionis agar dicarikan guide
yang bisa bawa motor (mobil kami sudah
full jadi guidenya harus memandu dengan naik motor sendiri) untuk mengantar
kami keliling kota Toraja. Biayanya Rp 350 ribu sehari dan karena kami hanya
sampai jam 2 siang maka kami tawar jadi Rp 300 ribu.
Jam 9 pagi kami memulai
perjalanan keliling Toraja yang hampir semuanya mengunjungi tempat pemakaman.
Kamipun jadi seperti orang yang sedang ceng
beng karena kebetulan saat kami pergi memang waktunya ceng beng.
Di Toraja banyak kuburan batu
dan menurut guide kami, baru sekitar
5% yang diekspos untuk wisatawan.
Pada trip ini kami tidak
sempat melihat upacara adat pemakaman rambu solo yang konon katanya unik, namun
tanpa melihat ini keunikan Toraja sudah memukau, mulai dari cara pemakaman
sampai kerbau belang yang terkenal dengan kerbau bonga yang harganya sama
dengan 1 mobil alphard.
Selama di Toraja kami memilih
mengunjungi pemakaman Lemo, pemakaman Londa dan desa Kete Ketsu serta pasar
Rantepao. Pasar hewan kami tidak singgahi karena kami beruntung bertemu kerbau
bonga 2 kali, di jalan dan di desa Kete Ketsu. Sayapun sempat berfoto dengan
kerbau bonga di Kete Ketsu yang sedang dimandikan setelah main di kubangan...si
kerbau bonga mandinya pakai sabun juga loh...
Ada cerita lucu saat kami
bertemu kerbau bonga di jalan. Saking senangnya, salah satu dari kami ingin
memfoto si kerbau bonga, katanya kepada penjaga kerbau begini, “minggir pak,
minggir, mau di foto kerbau nya…” halah, mana diladenin lah, kerbau satu milyar
mau kagak dijagain ha…ha… dan mungkin dalam hati si bapak penjaga berkata, “mobil elu aja
lebih murah dari nih kerbau”…hi…hi…. Biasa, pada kesenangan ketemu kerbau bonga
dan kali ini ndut dan cantik, bulunya mengkilap belang-belang hitam dan putih
ke-pinky pinky-an.
Lemo
Selain kuburan batu disini
ada Patane, kuburan dari kayu/bambu yang dibuatnya lebih cepat dan juga karena
kendala kurangnya bukit batu di lokasi ini.
Di bagian depan kuburan batu
dipasang berjejer patung tau-tau yaitu patung yang dibuat menyerupai orang yang
meninggal.
Berapa harga satu patung tau tau?
Katanya seharga satu kerbau
tapi bukan kerbau bonga yah…tapi kerbau yang biasa.
Londa
Kuburan ini di dalam gunung
batu kapur. Kita dapat mengunjungi kuburan dengan masuk ke dalam gua tempat
menyimpan mayat, ada yang masih dalam peti dan banyak juga yang sudah menjadi
tengkorak. Di depan gua, banyak berjejer tengkorak kepala manusia dan dibiarkan
terbuka… Saya hampir memegang kepala tengkoraknya saat keluar gua…hu…hu…untung
tidak terpegang, apalagi kalau terpegang suguhannya, rokok yang
masih ngepul (disini suguhan untuk orang
yang meninggal adalah rokok dan kami juga lihat beberapa botol softdrink).
Disini ada 2 gua, saya hanya
sanggup mengunjungi 1 gua, itupun hanya masuk di bagian depan yang memang
diperuntukkan untuk wisatawan.
Saat melalui beberapa turunan
yang tinggi, saya memilih duduk dan memerosotkan diri seperti main perosotan…daripada jatuh…karena agak licin batu gua nya.
Tidak jauh dari mulut gua,
terdapat tengkorak kepala dari sepasang kekasih yang bernama Lobo dan Andui
yang mati gantung diri di pohon karena tidak direstui hubungan asmaranya,
mereka ini romeo & juliet -nya
Toraja.
Setelah melewati lokasi
tengkorak sepasang kekasih ini, bentuk gua mengecil dan hanya bisa dilalui
dengan jalan sambil berjongkok.
Setelah masuk area kecil ini
sejauh beberapa meter, umumnya semua wisatawan balik keluar gua dan kamipun sama (nyali kami hanya sampai disini...he..he...).
Ngeri juga lama-lama di dalam gua...hmmm…gua atau lubang kubur yah...lebih
benernya lubang kubur yang terletak di dalam gua...jadi saat keluar tempat ini
kalau dibilang "keluar dari kubur" bener juga yah...horor deh.
Kuburan Londa ini adalah
untuk kuburan warga Londa (begitupun
dengan Lemo adalah untuk warga Lemo dan juga yang lainnya yang diperuntukkan
untuk warga di wilayah itu). Pengaturannya bagian bawah untuk warga biasa,
lalu makin atas untuk strata yang lebih tinggi.
Gua disini sudah tersedia
lubang-lubang yang terbentuk dari alam, jadi tidak sulit dan tidak perlu dibuat
lubangnya. Beda dengan Lemo yang batunya perlu dibuat lubang.
Masuk gua ini, kita harus
gunakan petromax yang dapat disewa Rp 35.000 per petromax termasuk upah untuk
bapak yang membawakan petromax dan membantu mengarahkan jalan.
Ada satu yang unik disini, di
depan kuburan Londa ini ada gereja. Saat kami pulang keluar dari Londa kami
mendengar pujian yang dinyanyikan oleh umat yang sedang beribadah.
Bagaimana dan berapa biaya penguburan dengan adat
Toraja ini?
Sebelum dikubur, orang yang
sudah meninggal disemayamkan di rumah tongkonan, lalu baru dianggap meninggal
atau pergi ke nirvana setelah dilakukan upacara adat.
Meletakkan orang yang
meninggal saat disemayamkan sampai upacara adat harus ke arah selatan atau puya
yang artinya nirwana.
Untuk membuat satu kuburan
yang bagus seperti di Lemo dan Londa katanya kurang lebih Rp 200 juta.
Satu kuburan batu bisa untuk
satu keluarga.
Belum lagi biaya upacara adat
yang bisa ratusan juta bahkan bisa menembus diatas Rp 1 milyar jika menggunakan
kerbau bonga.
Pada upacara adat selain
banyak menggunakan kurban kerbau, juga menggunakan babi. Kerbau dipercaya dapat
mempermudah perjalanan orang yang meninggal ke nirwana.
Jika upacara dan pemakaman ini begitu mahal, bagaimana
nasib orang-orang yang sederhana?
Upacara adat dan kuburan batu
bersama dapat dilakukan massal dan harga termurahnya Rp 20 juta atau seharga 1
kerbau.
Pertanyaan berikutnya, apakah cukup kapasitas gua-gua
batu yang ada disini?
Menurut hitungan mereka
kuburan cukup.
Oh ya, walau biaya upacara
adat dan pembuatan lubang guanya mahal tapi gua batunya sendiri tidak bayar.
Kete Ketsu
Disini terdapat jejeran
beberapa rumah adat yang disebut tongkonan, ada yang sudah 300 tahun dan belakangnya ada kuburan
juga. Kami tidak mengunjungi kuburan lagi disini, padahal kata teman yang pernah tinggal disini di bagian belakang ada peti besar tempat jasad almarhum kepala suku (hu...hu...saya terlambat tahunya, setelah posting foto di fb, barulah dapat komentar dari temanku yang satu ini he...he...).
Di salah tongkonan disini
terdapat pengrajin ukiran khas Toraja. Mereka menjual 2 macam kualitas, kayu
yang lebih ringan dijual paling murah seratus ribuan tapi yang diukir di kayu yang bagus
harganya Rp 750 ribuan (kalau di airport makassar, kami lihat lukisan kayu ini
dijual Rp 2 jutaan).
Sebelum kami balik pulang ke
arah makassar, kami mampir di pasar Rantepo untuk membeli pernak-pernik, tas dan kaos khas Toraja. Akupun memborong gantungan kunci dengan foto si kerbau bonga untuk oleh-oleh.
Wisata ke Toraja tanpa
melihat upacara adat sudah menarik, apalagi melihat upacara adatnya yah.... tapi... saya
kudu ngumpulin nyali, karena saya bakalan stress lihat pemotongan kerbau dan
babinya he...he....
Perjalanan balik ke Makassar
kami lalui denfan rute yang berbeda, kami memutar ke Palopo.
Palopo
Perjalanan dari Toraja ke
Palopo melalui gunung, jadi perjalanannya seperti turun dari puncak tapi
liku-likunya lebih tajam.
Kami makan durian di pinggir
kota Palopo (7 km sebelum masuk kota). Harga duriannya murah sekali, 3 durian
seharga Rp 50 ribu saja! ...dan enak pula rasanya.
Dalam perjalanan pulang ada kisah antik, satu handphone milik salah seorang dari kami, rusak sejak dari Londa, dicabut baterai juga tetap hang...padahal handphone yang masih lumayan baru. tapi ajaibnya bener sendiri saat sudah mau memasuki daerah Pare-pare...hayo ada apaan? Ahh, mungkin handphone-nya kelelahan seperti kami yang kelelahan duduk terus di mobil.
Berselang dua jam, saat itu sekitar jam 12 malam, terjadi kejadian lucu yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Salah
satu dari kami mendapat telepon, lalu dia mulai berbicara dan keluarlah satu kalimat "tadi abis keluar dari kubur,.... ". Sebenarnya mau bilang tadi habis mengunjungi gua kubur Londa... Jadilah semua pada
tertawa, kecuali sang penelpon yang langsung menutup telepon karena stress atau kagak tahan mendegar suara ketawa keras kami..he...he...
Kami tiba di hotel M Regency
Makassar hampir jam 1 pagi, lelah tapi senang. Kamipun tetap mandi walau capai
karena habis ke tempat-tempat orang meninggal memang bagusnya harus mandi.
Keesokan harinya kami mulai
keliling kota Makassar.
Bantimurung
Disini terdapat penangkaran
kupu-kupu dan air terjun.
Kupu-kupu tampak beterbangan
bebas di lokasi ini dan pengunjung juga tampak bermain bebas di air terjun tanpa
takut terbawa arus.
Di beberapa area airnya memang cukup tenang tapi beberapa
orang yang suka tantangan, dengan asyiknya main di tempat yang deras tanpa rasa takut.
Kami sempat mengunjungi
musium kupu-kupu dimana terdapat koleksi beberapa kupu-kupu yang diawetkan dan
disini juga menjual gantungan kunci dan pin kupu-kupu yang dibungkus plastik
keras. Kami juga mengunjungi tempat penangkaran kupu-kupu yang ada di musium ini, tempatnya tidak
besar dan guide-nya pun tidak besar alias bocah... Baru kali ini saya dapat
guide bocah, tapi dia canggih manjat mengambil kupu-kupu. Lalu diapun
mendemonstrasikan melipat-lipat sayap kupu-kupu lalu dilepas lagi tanpa
merusaknya...(jangan keseringan yah, de...itu
kupu-kupu bisa salah urat he...he...), kemudian kami diperlihatkan bentuk
kepompong dan ulat sebelum menjadi kupu-kupu.
Trans Studio Makassar
Letaknya di dalam Mall TSM.
Harga tiket di hari Sabtu,
Minggu dan hari libur Rp 175.000, hari biasa Rp 100.000.
Kami datangnya di hari libur
jadi kena tarif Rp 175.000, tapi untungnya teman saya memiliki credit card Bank Mega TSM
jadinya kami dapat buy one get one...lumayan banget deh.
Saya tidak ada nyali buat
main-main yang membuat jantung copot, jadinya hanya foto-foto, paling seru foto
di depan dunia lain dengan manusia berkostum tengkorak (tengkorak lagi, tengkorak lagi he...he...).
Keesokan harinya yang
merupakan hari dimana kami harus balik ke Jakarta, kami isi dengan mengunjungi
pantai Losari dan benteng Somba Opu.
Pantai Losari
Di pantai ini dibuat jalan
pelesiran dan dipenuhi tulisan-tulisan dan patung. Di ujung kiri terdapat
masjid terapung yang cantik.
Di lokasi ini tidak lama lagi
akan dibuka galery lukisan. Saat kami datang masih dalam persiapan dan kami
sempat melihat contoh beberapa lukisan, bagus dan cukup murah sekitar Rp 200
ribuan.
Benteng Somba Opu
Mengapa terbengkalai, adalah
pertanyaan yang keluar dari mulut kami saat tiba di lokasi ini. Padahal disini ada peninggalan
bersejarah dari kerajaan Goa, kerajaan yang merupakan asal muasalnya kota ini.
Disini juga ada contoh-contoh
rumah adat yang dibangun beberapa tahun yang lalu tapi sayangnya terbengkalai
padahal bisa dijadikan obyek wisata...sedih.com deh jadinya...
Demikianlah cerita
jalan-jalannya dan berikut adalah foto dari beberapa makanan yang kami cicipi
selama perjalanan ini, bakmi lombok (sejenis mie titi tapi non halal), bakmi arloji (kami sebut demikian karena penjualnya sebelumnya tukang reparasi arloji dan toko bakminya kagak ada namanya...adanya malah tulisan reparasi arlojinya), ayam bambu khas toraja, es pisang ijo,
sup ikan dan tentunya coto... Namun sayang, Indomie Sirem lupa difoto
he...he...
Oh ya, kami sebenarnya juga
menjadwalkan pergi ke kebun teh dan air terjun di Malino (dijadwalkan setelah kami ke Bantimurung) namun saat di tengah
jalan kami tidak bisa lewat karena longsor jadi tidak jadi dikunjungi. Sayang deh..., padahal bagus
pemandangannya.
Fakta menarik
Toraja
· Orang meninggal
tidak langsung dimakamkan tapi disimpan di rumah dan untuk bangsawan di ruang tengah rumah tongkonan. Jasadnya
dilapisi kain. Penyimpanan bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun, dengan tujuan agar sanak keluarga dapat mengumpulkan uang untuk
biaya pemakaman.
· Selama belum
dimakamkan dengan upacara adat rambu solo, maka orang yang meninggal itu
menurut orang Toraja adalah orang sakit, jadi sanak keluarga dan tetangga
menyediakan makanan dan bahkan mengajak ngobrol.
Setelah
upacara pemakaman dan dimakamkan, barulah dianggap sudah pergi ke puya (nirwana).
Kondisi makam maupun tongkonan sama sekali tidak berbau, katanya mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan yang diletakkan pada jasad orang yang meninggal.
Kondisi makam maupun tongkonan sama sekali tidak berbau, katanya mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan yang diletakkan pada jasad orang yang meninggal.
· Cara pemakaman
ada tiga yaitu peti disimpan di dalam gua, makam batu berukir atau digantung di
tebing. Orang yang mampu biasanya menyimpannya di makam batu berukir.
· Kerbau bonga
harganya ratusan juta bahkan sampai Rp 1 milyar. Kerbau bonga tidak selalu melahirkan kerbau
bonga, katanya kemungkinannya 50%.
Kerbau
bonga jantan lebih tinggi nilainya daripada kerbau bonga betina.
· Prosesi mayat
berjalan adanya di daerah pedalaman Mamasa, Toraja Barat (sepertinya sekarang sudah tidak lazim). Konon katanya mayat berjalan dengan magic, biasanya
karena tinggal di daerah yang sulit dijangkau untuk diantarkan. Mayat akan tiba
sendiri di rumahnya dan di rumahnya disiapkan upacara adat.
Makassar
· Di Makassar dan
daerah arah Soppeng dan Sengkang, daun dan buah kelor dimasak dan dimakan, beda
dengan daerah lainnya di Indonesia yang menggunakan daun kelor untuk memandikan
orang yang meninggal.
Tapi
di Toraja malah jarang ada daun lontar jadi tidak biasa dimakan dan dimasak.
· Air tahu adalah
sebutan untuk susu kacang.
· Hidangan nasi di
Makassar beraneka warna dan macam, ada nasi goreng merah, nasi kuning, nasi goreng pedas, nasi goreng tomat.
· Bentor adalah
becak motor, bentuknya seperti becak tapi dibelakangnya disambung dengan motor.
· Jl Nusantara,
adalah area "ajeb-ajeb"nya Makassar, letaknya diseberang pelabuhan dan di
sepanjang jalannya berjejer tempat karaoke.
· Di sepanjang
jalan Somba Opu, juga terdapat jejeran toko, tapi ini jejeran toko emas. Emas yang dijual warnanya kuning
padat. Uniknya di jalan itu juga ada pedagang emas kaki lima yang menerima jual
beli emas tanpa sertifikat. Di jalan ini juga ada toko yang menjual minyak
tawon khas Makassar dan souvenir yang buka sampai jam 11 malam yaitu Toko Serba Ole-Ole di Jl Somba Opu no 143.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.